Kamis, 30 Juni 2011

Agar Dakwah Bersemi Indah

“Akhi, janganlah sampai kita dibenci karena akhlak, kita hanya boleh dibenci oleh apa yang kita dakwahkan.” Begitu pesan seorang ustadz di suatu malam pertemuan. Benar, sebab seperti itulah yang dapat kita tangkap dari kisah perjalanan hidup manusia mulia, Rasulullah SAW. Tidak pernah sekalipun sejarah mencatat cacat dalam diri Rasulullah SAW. Bahkan sang musuh sekalipun menggelari beliau Al Amin (terpercaya), gelar yang teramat susah didapat kala itu. Itulah sebabnya dakwah Rasulullah SAW meluas melintas batas antar negara,  merembet sampai pelosok desa, diterima oleh beragam suku, bangsa dan bahasa, entah ningrat maupun melarat, berkulit hitam, putih, ataupun coklat.
Pernah suatu ketika Rasulullah SAW keluar dari rumahnya untuk menuju ke bukit Shafa. Setelah sampai di atas bukit tersebut, beliau lalu memanggil orang-orang Quraisy yang saat itu tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Mendengar seruan Muhammad SAW, sebagian orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian Rasulullah berkata kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian seandainya aku beritakan bahwa ada segerombolan kuda di lembah yang akan menyerbu. Apakah kalian percaya kepadaku?” Lalu orang-orang Quraisy itupun berkata, “Kami percaya kepadamu. Engkau tidak pernah berdusta kepada kami. Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan, “Sesungguhnya aku memberikan peringatan bagi kalian. Dihadapanku ada siksa yang pedih.” Dengan angkuhnya Abu Lahab mencela seruan Nabi SAW  ini,”Celakalah engkau, apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?”   
Well, bukan karena orang-orang Quraisy tidak percaya dengan apa yang disampaikan Rasulullah. Mereka sangat percaya dengan kejujuran Rasulullah yang memang tidak pernah berbohong bahkan dikala kebohongan merajalela. Mereka hanya menolak ajaran baru yang dibawa Muhammad SAW. Islam yang dibawa Muhammad SAW dianggap telah mencela agama nenek moyang mereka, menghina Tuhan mereka serta membodohi pikiran mereka.
Mengenai hal ini Allah SWT berfirman untuk menghibur kekasihnya,
“Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan kepadamu itu menyedihkan hatimu. Akan tetapi, janganlah bersedih karena mereka sebenarnya tidak mendustakan kamu, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah.” (Q.S. Al-An’am:33)
Lain lagi kisah yang terjadi dengan tokoh Quraisy lainnya. Pada masa-masa awal islam yang dibawa Rasulullah SAW, orang-orang Quraisy berkonspirasi jahat dengan menghadang siapapun yang datang ke Mekkah, tidak hanya itu mereka juga menyebarkan kabar bahwa Rasulullah SAW adalah seorang tukang sihir. Ini dilakukan oleh orang-orang Quraisy agar dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW tidak meluas. Akan tetapi, lucunya pada waktu itu ada seorang Quraisy yang bernama Nadhir ibn Harits, tidak setuju dengan rencana kaumnya tersebut. “Ketika Muhammad dalam usia muda, dia adalah orang yang paling menyenangkan, paling jujur, dan paling terpercaya di antara kamu sekalian, sampai memutih rambutnya dan sampai menyampaikan ajaran kepada kamu. Lalu kemudian kamu sekalian mengatakan, ‘Dia tukang sihir (penipu).‘ Tidak! Demi Allah, dia bukanlah seorang tukang sihir.” Begitulah Ibn Abbas meriwayatkan sanggahan yang disampaikan Nadhir Ibn Harits mengenai konspirasi yang akan dilakukan oleh orang-orang Quraisy.
Kisah di atas hanya segelintir “pujian” dari musuh-musuh islam waktu itu mengenai akhlak mulia Rasulullah SAW. Next, sebagai pelanjut risalah yang dibawa Rasulullah SAW untuk menyebarkan dakwah beliau, apakah kita sudah dikatakan memiliki akhlak yang mulia? Sebagai syarat agar dakwah kita diterima? Sebab bagaimana mungkin orang lain akan mendengarkan apa yang kita sampaikan jika seringkali kita ingkar janji. Kita berbicara silaturahmi sementara kerabat setahun sekali belum tentu dikunjungi. Kita bicara kebersihan sementara rumah sendiri tak terurus berantakan. Kita berbicara sholat sementara seringkali kita datang tak tepat alias terlambat. Kita bicara taubat namun hati pun ternyata semakin pekat. Kita bicara kiamat semakin dekat sementara dosa semakin lama semakin berlipat.
Sebab Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak, sebab dakwah hanya bisa diterima dengan mulianya akhlak, maka tidak lain yang mesti terus kita benahi adalah akhlak. Mari kita dicintai karena akhlak, agar dakwah bersemi indah. Fastabaqul Khoirah.
Wallahu alam bishawab. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar